Oleh: Arif Fajar Utomo
Selamat
malam semua, kembali lagi dengan pembahasan terkait mengenai energi terbarukan
dan konservasi energi dalam #15HariCeritaEnergi yang diselenggarakan oleh
Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral atau KESDM. Dalam artikel pada malam
kali ini, saya akan mencoba melanjutkan sub pembahasan energi surya sebagai
energi terbarukan dimana dalam artikel sebelumnya kita telah membahas mengenai
penggunaan silikon sebagai material sel surya dan terobosan-terobosan dalam
teknologi sel surya di 2017. Untuk menyambung pembahasan tersebut, saya akan
mencoba untuk menggunakan kesempatan dalam artikel kedelapan ini untuk membahas
mengenai prospek pengembangan energi surya di Indonesia – let’s check it out!
Indonesia
sebagai salah satu negara yang berada dalam daerah tropis memiliki kemewahan
tersendiri untuk dapat menikmati suplai sinar matahari sepanjang tahun, hal ini
membuat potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4,8 kWh
per meter persegi atau setara dengan 112.000 GWp dimana nilai ini setara dengan
sepuluh kali lipat dari potensi energi surya yang dimiliki oleh Jerman dan
Eropa (sumber: agroindonesia.co.id). Yang dimaksud dengan GWp adalah gigawatt peak
atau ukuran nominal gigawatt daya yang dihasilkan dari panel fotovoltaik dalam
keadaan laboratorium.
Peta Umum Persebaran Rata-Rata Sinar Matahari Dunia - sumber: Solar Milennium AG, Erlangen |
Lebih lanjut mengenai potensi energi surya di Indonesia, berdasarkan data penyinaran matahari yang telah dihimpun dalam 18 lokasi berbeda di Indonesia yang meliputi kawasan barat dan timur Indonesia, distribusi energi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai hal berikut: rata-rata sebesar 4,5 kWh per meter persegi setiap harinya dengan variasi bulanan sekitar 10% untuk Kawasan Barat Indonesia dan rata-rata sebesar 5,1 kWh per meter persergi setiap harinya dengan variasi bulanan sekitar 9% untuk Kawasan Timur Indonesia (sumber: alpensteel.com)
Menurut data
yang dilansir oleh Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral atau KESDM, dari
seluruh potensi energi surya yang ada di
Indonesia, sebanyak 10 MWp telah termanfaatkan hingga saat ini dan tengah
ditargetkan untuk meningkat hingga menjadi 50 MWp per tahunnya atau yang
ekuivalen dengan 0.87 Gigawatt pada tahun 2025. Target pemanfaatannya ini
terbilang kecil apabila dibandingkan dengan keseluruhan potensi energi surya
yang ada di Indonesia, namun apabila kita bandingkan dari antara target ke
depan dan kemampuan saat ini – angka ini merupakan kenaikan yang dapat
dikatakan cukup besar dan memberikan gambaran peluang potensi pasar dalam
pengembangan energi surya di Indonesia.
Pengembangan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS di Indonesia telah memiliki basis
yang cukup kuat dari aspek kebijakan pengembangan yang berhubungan dengan
lonjakan target yang telah dijelaskan dalam paragraph sebelumnya. Namun dalam
tahap pengimplementasiannya, terdapat beberapa kendala seperti salah satunya
dalam segi manufaktur dimana produksi sel surya masih dilakukan secara impor
dan kita saat ini hanya memiliki kemampuan untuk merangkai sel surya tersebut
menjadi panel surya dan kemudian diintegrasikan menjadi PLTS. Salah satu
permasalahan yang menghambat kemampuan produksi industri sel surya dalam negeri
disebabkan oleh tingginya harga yang dilakukan dalam proses produksi sel surya.
Sangat perlu dilakukan pengkajian dan pengembangan lebih lanjut untuk
menurunkan harga produksi sel surya ini agar target pencapaian pengembangan
energi surya dapat segera tercapai dan dapat bersaing dalam segi finansial
dengan sumber energi yang lain.
Adanya kendala
dalam produksi sel surya dalam negeri ini sebenarnya sangat disayangkan
mengingat dari rasio elektrifikasi Indonesia atau rasio jumlah penduduk yang
mendapatkan akses listrik dibandingkan dengan keseluruhan jumlah penduduk dengan
nilai sebesar 89,5% di pertengan tahun 2016 dan ditargetkan mencapai 92,75% di
tahun 2017 (sumber: KESDM dalam economy.okezone.com – 18/11/16 dan
indonesiasatu.co – 09/12/16) justru daerah pedesaan yang jauh dari pusat
pembangkit listrik lah yang merupakan kontribusi terbesar sebagai daerah yang
tidak mendapatkan akses listrik dan dapat menerima akses dengan mudah apabila
teknologi PLTS yang memiliki fisibilitas cost
yang tepat dapat diintegrasikan dalam daerah-daerah tersebut. Menyambut isu
ini, pemerintah telah merencanakan untuk menyediakan 1 juta Solar Home System atau PLTS skala kecil
yang berkapasitas 50 Watt Peak sebagai bantuan untuk masyarakat dengan
pendapatan kurang di daerah terpencil dan juga PLTS Hibrida dengan kapasitas
346,5 Megawatt Peak untuk daerah terpencil (sumber: esdm.go.id) guna mencapai
target elektrifikasi sekaligus target pencapaian pemberdayaan energi surya
Indonesia di tahun 2025.
Nah, setelah
mengetahui tahap perkembangan dan target pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga
Surya atau PLTS di Indonesia, tentunya terdapat rasa keingintahuan untuk
mempelajari lebih lanjut mengenai persebaran PLTS-PLTS yang sudah dikembangkan
di Indonesia. Setelah berusaha mencari informasi mengenai hal tersebut, saya
menemukan salah satu website yang sangat interaktif dalam penyediaan informasi
ini. Dimana dalam website ini dipaparkan peta persebaran PLTS dengan keterangan
nama PLTS, kategori PLTS, dan status PLTS itu sendiri. Dan yang lebih informatif,
ketika kita mengklik nama PLTS yang ingin kita ketahui akan ditunjukkan detail
lokasi dalam peta citra satelit tersebut. Data ini dapat diakses dalam janaloka.com dan silahkan klik dalam
website tersebut untuk diarahkan ke dalam page yang saya maksud sehingga anda dapat
mempelajari informasi mengenai persebaran PLTS-PLTS di Indonesia yang berjumlah
total 28 PLTS dengan kriteria skala kapasitas 40 Kilowatt Peak ke atas.
Dari hasil
rangkuman data persebaran PLTS di Indonesia yang dipaparkan dalam janaloka.com
di atas didapatkan dua informasi utama yang menarik untuk dicermati: Hanya 2
dari total 28 PLTS yang persebarannya terdapat di daerah Barat Indonesia – hal ini
mungkin merupakan indikasi bahwa urgensitas pembangunan PLTS lebih dipentingkan
untuk daerah Timur Indonesia yang mana lebih tidak terjangkau listrik; dan
hanya 4 dari total 28 PLTS di Indonesia memiliki kejelasan status fungsi (2
Berfungsi dan 2 Tidak Berfungsi) sementara 24 lainnya memiliki status yang
tidak diketahui. Hal ini tentunya sangat disayangkan apabila terdapat selisih
informasi yang belum tersampaikan dan terlengkapi terkait status fungsi
PLTS-PLTS yang terdapat di Indonesia, terlebih jika informasi ini dapat diakses
oleh publik dan dapat menggiring berbagai macam opini publik dan data terupdate
mengenai Daftar Distribusi PLTS di Indonesia beserta Status Operasionalnya tidak
dapat diakses dengan mudah. Semoga adanya gap atau selisih informasi ini dapat
segera teratasi sehingga kita sebagai publik yang memiliki antusias terhadap
perkembangan energi dapat memiliki informasi terbaru terkait hal tersebut.
Kembali dalam
topik utama, perkembangan PLTS di Indonesia masih berlanjut, salah satunya
adalah proyek pengembangan PLTS yang tengah dilakukan dan menarik untuk dilirik
perkembangannya adalah PLTS Jakabaring yang berkapasitas 1,6 Megawatt dan
merupakan jawaban atas keinginan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan sebagai
Tuan Rumah Asian Games ke XVIII di tahun 2018 mendatang yang menginginkan ajang
pesta olahraga ini memiliki semangat ramah lingkungan dan edukatif dalam
perihal kesadaran akan energi terbarukan – hats
off untuk Pemerintah kita! Hingga Agustus ini, proyek PLTS ini telah
menyelesaikan tahap pematangan lahan yang kemudian akan memasuki proses
kontruksi, pemasangan PLTS, dan penyaluran energi listrik PLTS ke jaringan
listrik PLN yang mana ketiga proses ini diharapkan dapat diselesaikan sebelum
Asian Games ke XVIII diselenggarakan (sumber: Sriwijaya Post, 24/08/17).
#15HariBerceritaEnergi didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai bentuk upaya dalam mengkampanyekan energi terbarukan dan konservasi energi.
#15HariBerceritaEnergi didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai bentuk upaya dalam mengkampanyekan energi terbarukan dan konservasi energi.
No comments:
Post a Comment