Friday, 18 August 2017

#15HariCeritaEnergi: Energi Fosil yang “Berkelanjutan”

Oleh: Arif Fajar Utomo


Kita telah membahas mengenai definisi energi terbarukan dan konservasi energi serta contoh peran yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat dalam melakukan konservasi energi itu sendiri pada post sebelumnya. Untuk menyambung diskusi mengenai hal ini, ada baiknya kita menggunakan beberapa hari ke depan untuk lebih membahas mengenai energi fosil dan konservasi energi yang tengah dan dapat kita lakukan ke depannya sebelum kemudian membahas prospek energi terbarukan sebagai the new hit ­– istilah yang sering saya pakai kepada sesuatu yang sedang hangat dalam diskusi dan menjadi prospek masa depan.

Menilik salah satu judul sub-chapter dalam buku yang ditulis oleh David McKay yang berjudul “Renewable Energy without Hot Air” (tersedia secara online dan dapat diakses secara free di website withouthotair.com) akhirnya saya memilih untuk menggunakan hari kedua dalam #15HariCeritaEnergi ini untuk berbicara mengenai energi fosil dan aspek kontinuitas atau berkelanjutannya yang tentunya berhubungan dekat dengan konservasi energi – ok, let’s do this!

Energy Mixture Indonesia 2014 dan 2025 - there4i.org

Energi fosil tetap akan menjadi bagian yang sangat penting dalam porsi konsumsi energi dalam beberapa dekade ke depan dan hal ini merupakan fakta yang tidak dapat kita hindari” – kata-kata ini disampaikan oleh Spokesperson Pemerintah United Kingdom pada April 2008 silam. Sembilan tahun telah berlalu dan hingga kini nyatanya kita masih sangat menggantungkan pemenuhan kebutuhan energi kita melalui energi fosil dan mungkin hingga beberapa tahun ke depan. Meskipun pengembangan energi terbarukan sebagai kandidat energi alternatif telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, nampaknya pola trend energy mix tetap akan memihak pada energi fosil untuk memegang porsi terbesar. Oleh karena itu, konservasi energi untuk energi fosil tidak dapat diindahkan dan menjadi salah satu fokus utama dalam industri energi selain pengerjaan opsi lain untuk mem-feasible-kan penggunaan energi terbarukan sebagai energi alternatif di masa dapan.

Dalam pembahasan sebelumnya kita bersama-sama telah belajar bahwa pengertian konservasi energi adalah tindakan untuk mengurangi jumlah penggunaan energi dan hal ini dapat dicapai dengan cara mengurangi kebutuhan konsumsi daya yang kemudian tentunya akan berimbas pada produksi yang dihasilkan atau dapat juga dilakukan dengan solusi lain yang tidak memiliki konsekuensi ini, salah satunya dengan peningkatan efisiensi dari sistem dan teknologi yang digunakan seperti halnya dengan peningkatan efisiensi pembakaran atau juga dapat dilakukan dengan peningkatan sistem insulasi untuk mencegah hilangnya panas atau yang sering disebut sebagai heat loss yang menyebabkan konsumsi daya energi lebih tinggi.

Dalam upaya konservasi energi fosil ini timbullah istilah penggunaan energi fosil yang berkelanjutan atau berkontinuitas – apakah maksudnya? Bagaimana bisa penggunaan sumber daya yang finite dan terbatas memiliki istilah berkelanjutan? Hal ini hanyalah masalah persepsi. Tentu kita semua paham bahwa pada masanya nanti energi fosil sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbarui akan mengalami masa deplesi atau habis jika digunakan secara terus-menerus, namun dengan manajemen konservasi energi yang tepat tentunya kita dapat memperpanjang masa ini hingga segmen energi baru seperti energi terbarukan dapat masuk sebagai pengganti. Penggunaan energi fosil secara bijak inilah yang mendasari adanya filosofi energi fosil yang “berkelanjutan”.

Tentunya beberapa dari kita akan mempertanyakan kriteria berkelanjutan itu sendiri, seberapa lama kah kriteria berkelanjutan ini? McKay dari bukunya memberikan batasan kontinuitas sewenang-wenang apabila dapat bertahan hingga 1.000 tahun, angka yang sangat fantastis mengingat Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menuliskan dalam Outlook Energi Indonesia 2016 jika tidak ada penemuan cadangan baru maka minyak bumi Indonesia akan habis dalam 12 tahun, gas bumi dalam 37 tahun, dan batu bara dalam 70 tahun. Hal ini didasarkan pada rasio Reserve/Production (R/P) pada tahun 2014 (Sumber: Outlook Energi Indonesia 2016, BPPT). Angka ketahanan ini sangat jauh dari “ketetapan” McKay apabila kita ingin menyebut penggunaan energi fosil dalam kategori berkelanjutan – terkecuali, penemuan cadangan baru seperti 50% cadangan lain yang ada pada perut bumi dapat dieksplorasi sebagaimana halnya telah disampaikan oleh Archandra Tahar (sumber: Antaranews, 30/07/17) atau mungkin dengan dilakukannya konservasi energi lewat efisiensi atau dengan dikuranginya porsi penggunaan energi fosil dalam energy mixture lewat penambahan porsi energi terbarukan sebagai energi alternatif.

Apapun opsi yang akan dilakukan, sepertinya pemahaman akan pentingnya konservasi energi dan pensegeraan establishment energi terbarukan menjadi fakta baru yang kemudian juga tidak dapat dihindari demi menjaga keberlangsungan ketahanan energi nasional. Pengkajian demi pengkajian mengenai pengembangan energi terbarukan seperti terkait dengan energi panas bumi dalam Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal (PLTG) Sarulla; energi surya dalam Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Pulau Matutuang, Sulawesi Utara; energi angin atau bayu dalam Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan; energi air dalam Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Lariang di Mamuju Utara, Sulawesi Barat; dan energi biomassa dan biogas di Bogor melalui Program Biogas Rumah (BIRU) – perlu tetap digalakkan dan menjadi pelopor dalam pengisian porsi energi terbarukan yang lebih besar dalam pemenuhan kebutuhan energi dan ketahanan energi nasional.

Gardu PLTS di Pulau Matutuang, Sulawesi Utara - Credit Photo: Agustinus Wijayanto


Sebagai penutup paragraf, ingin saya rasanya menekankan istilah mengenai perspektif the good guys and the bad guys seperti yang telah disampaikan dan diklarifikasi oleh Mark Jaccard dalam bukunya “Sustainable Fossil Fuels”. Dalam diskusi ilmiah mengenai energi, tidak jarang kita mendapat kesan bahwa bagian pendiskusi yang bertahan pada pengembangan energi fosil dikategorikan dalam the bad guys karena berhubungan dengan konsekuensi emisi yang dihasilkan dan hal ini umumnya membuat diskusi menjadi tidak terlalu obyektif dan praktikal karena pada dasarnya semua pihak tentu ingin beralih ke dalam alternatif yang  lebih baik dan lebih ramah lingkungan – hanya saja, saat ini untuk establishmentnya masih dirasa belum fit in dari segi kesiapan platform dan juga cost readiness. Oleh karena itu, hal terbaik yang menurut saya dapat kita lakukan sebagai antusias energi adalah untuk tetap membuka diri kita akan fakta yang ada dan berfokus menjadi bagian dari solusi praktis yang feasible dan mungkin untuk dilakukan.


#15HariBerceritaEnergi didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai bentuk upaya dalam mengkampanyekan energi terbarukan dan konservasi energi.

8 comments:

  1. Replies
    1. Dashyattttt!! Terimakasih Mud sudah mampir!

      Delete
  2. Menarik mas bro artikelnya... menambah wawasan....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih Tri untuk appresiasinya, senang bisa berbagi wawasan :)

      Delete
  3. Replies
    1. Pantang mundur bak Andrea Hirata ya Mew ;D

      Delete
  4. Semangat menjadi generasi yang solutif dan cerdas untuk bangsa ini!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, terimakasih appresiasinya Anky!! Semangat!

      Delete