Oleh: Arif Fajar Utomo
Selamat
malam semua! Kembali lagi dengan #15HariCeritaEnergi dimana dalam kesempatan
kali ini yang juga memasuki artikel ke-14, kita akan membahas mengenai salah
satu energi terbarukan yang mungkin paling dikenal karena sudah terbukti dalam
hal pemanfaatannya, yaitu Energi Panas Bumi atau Geothermal. Pembahasan
mengenai energi panas bumi dalam artikel ini tidak akan banyak berbicara
mengenai materi pendahuluan (definisi dan lain sebagainya) namun akan lebih
banyak memasuki ke dalam teknis dalam hal teknologi dan juga pengembangannya di
Indonesia. Hal ini dirasa perlu dilakukan karena rasanya tidak pas apabila kita
masih berkutat di pendahuluan sementara tahap pengembangan geothermal di negara
kita sudah tergolong maju. Baiklah, tanpa memperpanjang waktu celoteh, berikut
pembahasan mengenai energi geothermal:
Pendahuluan
Energi
geothermal didefinisikan sebagai energi panas bumi. Energi panas bumi ini secara alami banyak ditemukan lolos dari permukaan bumi dalam bentuk semburan air panas atau uap air yang banyak dijumpai pada sumber air panas. Energi ini
tergolong sebagai energi terbarukan yang memiliki jenis cakupan dari kedalaman
bumi yang dangkal dalam bentuk reservoir air panas dan juga batuan panas pada beberapa
kilometer di bawah permukaan bumi atau dalam bentuk lebih lelehan batuan bumi yang disebut magma dan memiliki temperature panas yang ekstrim pada kedalaman Bumi yang lebih dalam lagi (sumber: renewableenergyworld.com)
Sumber Air Panas Ciater - sumber: indonesia-tourism.com |
Pemanfaatan
energi geothermal telah dilakukan di hampir semua bagian dunia, termasuk
Indonesia. Pemanfaatan energi panas bumi yang dikenal sejak 1000 tahun yang
lalu telah diketahui pemanfaatannya untuk memasak dan memanaskan. Untuk
menghasilkan energi listrik dari energi geothermal, diperlukan adanya
pengeboran sumur ke dalam reservoir geothermal untuk mengambil air dan uap yang
sangat panas yang kemudian dialirkan dan dimanfaatkan energi panasnya untuk
menggerakkan turbin generator listrik. Energi listrik dengan pembangkit
geothermal ini pertama kali diproduksi di Italia pada tahun 1904 (sumber:
nationalgeographic.com).
Tipe Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Terdapat
tiga jenis pembangkit listrik tenaga geothermal, yaitu PLTP tipe dry steam, flash, dan binary. PLTP tipe dry steam merupakan teknologi pengkonversi energi geothermal yang
paling tua dengan prinsip mengambil uap air dari retakan permukaan bumi dan
digunakan secara langsung untuk menggerakkan turbin generator. Sementara PLTP tipe flash menggunakan air panas
bertekanan tinggi yang diambil dari bawah permukaan tanah dan kemudian diubah
menjadi uap air dengan cara menurunkan tekanannya – yes, prinsip flash evaporation.
Uap air yang dihasilkan ini kemudian akan dialirkan ke turbin generator
untuk membangkitkan energi listrik. Tipe PLTP terakhir, yaitu tipe binary dilakukan dengan cara mengalirkan
air panas yang didapat untuk dikontakkan dengan fluida lain yang memiliki titik
didih lebih rendah daripada air tersebut. Hal ini kemudian mengakibatkan
terjadinya transfer panas yang mengubah fluida kedua menjadi uap karena
memiliki titik didih lebih rendah. Uap yang dihasilkan kemudian akan dialirkan
kepada turbin generator untuk menghasilkan listrik. (sumber: www.eia.gov).
PLTP Tipe Dry Steam - sumber: energy.gov |
PLTP Tipe Flash - sumber: energy.gov |
PLTP Tipe Binary - sumber: energy.gov |
Sejarah
Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal di Indonesia
Indonesia sebagai negara
berkembang mengalami peningkatan kebutuhan listrik rata-rata sebesar 7-9% untuk
setiap tahunnya hingga tahun 2016 lalu. Pertumbuhan kebutuhan listrik ini
merupakan yang paling cepat di Kawasan Asia Tenggara (sumber: esdm.go.id).
Pemenuhan kenaikan kebutuhan konsumsi energi listrik di Indonesia salah satunya
diupayakan lewat segmen energi terbarukan khususnya dalam pemanfaatan energi
geothermal Indonesia.
Indonesia yang dikenal sebagai
negara yang berada dalam jalur pegunungan api atai ring of fire dikenal sebagai salah satu negara dengan potensi
energi panas bumi yang sangat besar. Sekitar 40% cadangan energi panas bumi
atau geothermal dunia terletak di Indonesia, nilai ini ekuivalen dengan 29.215
Gigawatt apabila dikonversikan (sumber: ekonomi.metrotvnews.com).
Awal mula pengembangan energi
panas bumi di Indoesia dimulai dari kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan
sejak tahun 1920-an saat masa kolonial Belanda, dimana kegiatan eksplorasi ini
dimulai dengan pengeboran sumur eksplorasi yang dilakukan di Kamojang, Jawa
Barat yang kemudian terhenti selasa masa perang kemerdekaan dan pemerintahan
Orde Lama. Eksplorasi panas bumi kemudian dimulai lagi di Indonesia dengan
diterbitkannya Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1974 yang menugaskan Pertamina
untuk melakukan survei dan eksplorasi sumber daya panas bumi yang ada di Area
Pulau Jawa dan Bali serta mulai berkembang di area luar Pulau Jawa pada tahun
1977-an yang merupakan hasil kerja sama antara Direktorat Vulkanologi (sekarang
berada dala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral),
Perusahaan Listrik Negara, serta pakar panas bumi dari Selandia Baru.
Eksplorasi panas bumi di luar Pulau Jawa ini dilakukan di daerah Kerinci,
Jambi, dan Lahendong.
Lewat Keputusan Presiden No. 22
Tahun 1981, Pemerintah memberikan tambahan wewenang dan pengusahaan eksplorasi
dan eksploitasi sumber daya panas bumi di seluruh Indonesia kepada Pertamina.
Dengan adanya Keputusan Presiden ini, maka pekerjaan terkait dengan eksplorasi
dan eksploitasi dilakukan sendiri oleh Pertamina. Seiring berjalannya waktu,
Pemerintah mencabut Keputusan Presiden ini lewat Keputusan Presiden berikutnya,
yaitu Keputusan Presiden No. 76 Tahun 2000 sehingga Pertamina tidak lagi
memiliki hak monopoli dalam hal pengusahaan energi panas bumi.
Untuk lebih mengembangkan potensi
panas bumi, Pemerintah Indonesia juga menerbitkan Undang-Undang No. 27 Tahun
2003 yang merubah paradigma pengusahaan sumber daya panas bumi dalam periode
sebelumnya dilakukan melalui pemberian kuasa pengusahaan berubah menjadi
pemberian Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi atau IUP dimana mempermudah badan
usaha untuk berpartisipasi dalam pengembangan panas bumi lewat mekanisme lelang
Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) dan pemerolehan IUP agar dapat melakukan
kegiatan eksplorasi hingga pemanfaatannya.
Akan tetapi pengkategorian panas bumi sebagai kegiatan
pertambangan berujung pada konsekuensi penghambatan pengelolaannya karena
sering kali berbenturan dengan sekotr kehutanan khususnya dengan wilayah hutan
lindung dan konservasi. Hal ini sangat krusial untuk dipertimbangkan kembali
mengingat sekitar 35% area potensi panas bumi terdapat dalam kawasan hutan
lindung dan hutan konservasi – yang kemudian berujung pada revisi Undang-Undang
ini yang dilakukan pada 26 Agustus 2014 dan membuka era baru dalam pengembangan
energi panas bumi di Indonesia (sumber: lintas.ebtke.esdm.go.id).
Pengembangan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Tahun 2017
Awal
bulan Agustus ini, telah diadakan sebuah seminar dan konvensi dengan tema
khusus geothermal yang bernama The 5th
Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) 2017.
Salah satu fakta menggembirakan yang dapat disoroti dari seminar ini adalah
bahwa hingga Agustus 2017 ini, Indonesia telah berhasil mengembangkan potensi
panas buminya dengan total kapasitas sebesar 1.643,5 Megawatt. Hal ini tergolong
kecil apabila dibandingkan dengan total potensi panas bumi yang kita miliki
(sekitar 5,5%) namun kita berada dalam jalur progresif yang sangat patut untuk
diapresiasi.
Dengan
pencapaian ini, Indonesia saat ini merupakan produsen panas bumi terbesar
ketiga di dunia – tepat di belakang Amerika Serikat dan Filipina. Namun
peringkat ini mungkin tidak akan bertahan lama, pasalnya di tahun 2017 ini
diharapkan Indonesia dapat menaikkan kapasitas pengembangan panas buminya
menjadi sebesar 1908,5 Megawatt yang kemudian akan menaikkan peringkat
Indonesia menjadi negara produsen panas bumi terbesar kedua setelah Amerika
Serikat (sumber: ebtke.esdm.go.id). Pengelolaan panas bumi Indonesia tidak akan
berhenti di angka ini dengan perencanaan yang cukup agresif untuk dapat
mencapai angka kapasitas 7.200 Megawatt seperti yang telah disampaikan oleh
Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) pada Seminar IIGCE 2025.
Di
sisi pencapaian teknologi dan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas
buminya, kita juga patut bangga akan progress yang telah diraih. Hal ini
dikarenakan Indonesia memiliki tiga pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar
di dunia, yaitu PLTP Wayang Windu dengan kapasitas 225 Megawatt dan PLTP
Darajat dengan kapasitas 260 Megawatt serta PLTP terbesar di dunia yang ada di Tapanuli dan dikelola oleh Sarulla
dengan kapasitas 330 Megawatt yang terbagi dalam tiga unit: Unit 1
Silangkitang, Unit II Namora – I – Langit, dan Unit III Namora – I – Langit (sumber:
goodnewsfromindonesia.id).
#15HariBerceritaEnergi didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai bentuk upaya dalam mengkampanyekan energi terbarukan dan konservasi energi.
No comments:
Post a Comment