Oleh: Arif Fajar Utomo
Selamat malam semua! Kembali lagi dalam #15HariCeritaEnergi dimana dalam edisi malam hari ini kita akan melanjutkan pembahasan mengenai energi panas laut serta pengembangan potensi energi laut (energi arus pasang-surut, gelombang, dan panas laut) di Indonesia. Penasaran? Let's check this out:
Mekanisme Bekerja Energi Panas Laut
Energi panas
laut atau ocean thermal energy merupakan
energi yang dihasilkan dari energi surya yang terserap oleh lautan. Mayoritas
dari sinar matahari diserap oleh permukaan lautan yang merupakan dua pertiga
dari permukaan Bumi, hal ini menyebabkan total energi matahari yang diserap
oleh total lautan di dunia cukup besar, yaitu kurang lebih setara dengan energi
yang dihasilkan oleh 250 miliar barel minyak untuk setiap harinya (sumber:
acocleantech.com). Potensi inilah yang kemudian melatarbelakangi pengembangan
usaha untuk dapat dilakukannya pengkonversian energi panas laut. Proses
pengkonversian ini disebut sebagai Ocean
Thermal Energy Conversion (OTEC) atau Konversi Energi Panas Laut.
Lautan
ternyata merupakan medium yang efektif dalam menyerap panas dari sinar
matahari, hal ini dikarenakan pada karakteristik laut yang dinamakan albedo atau karakteristik suatu
permukaan dalam memantulkan sinar matahari. Nilai albedo suatu permukaan
dibatasi oleh nilai 0.0 untuk kategori tidak memantulkan sinar matahari sama
sekali hingga 1.0 untuk kategori memantulkan semua sinar matahari yang
diterima. Dalam hal ini, permukaan laut memiliki nilai albedo sebesar 0.6 dan
dapat menyerap 94% dari total radiasi sinar matahari yang diterimanya (sumber: exploratorium.edu).
Panas yang
diterima oleh air laut umumnya akan tetap berada dekat oleh permukaan laut
karena memiliki densitas yang lebih kecil dibanding dengan perairan laut di
kedalaman yang dingin. Adanya prinsip densitas inilah yang mempertahankan
terjadinya perbedaan gradient termperatur antara permukaan laut yang dapat memiliki
temperatur sebesar 25o C dan kedalaman laut yang dapat memiliki temperature
sebesar 5o C (sumber: otecnews.org) yang mana dimanfaatkan untuk
menggerakkan turbin yang kemudian mampu mengkonversikan energi panas laut
menjadi energi listrik.
Gambaran Mekanisme Pemanfaatan Perbedaan Temperatur Laut - sumber: naval-energies.com |
Terdapat dua
jenis utama dalam hal teknologi konversi energi panas laut, yaitu sistem
terbuka (open cycle) dan sistem tertutup (closed system). Dua jenis ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Konversi Energi Panas Laut Sistem Terbuka (Open Cycle)
Teknologi
konversi energi panas laut dengan sistem terbuka memanfaatkan air laut secara
langsung untuk menghasilkan energi panas tanpa adanya medium fluida lain. Pada
bagian permukaan air laut, air laut yang panas diubah menjadi uap air dengan
cara mengurangi tekanannya (sesuai dengan hukum perubahan fasa air, dimana air
dapat diubah menjadi gas dengan cara ditingkatkan temperatur atau dengan dikurangi
tekanannya). Uap air inilah yang kemudian akan menggerakkan turbin dan
menghasilkan energi listrik dalam sistem ini sebelum kemudian akan
terkondensasi kembali menjadi air oleh pipa air laut dingin dari kedalaman laut
(sumber: explainthatstuff.com).
Konversi Energi Panas Laut Sistem Terbuka - sumber: Wikimedia |
Hal yang
unik dari sistem terbuka ini adalah, karena uap air laut mengalami kondensasi
dan kemudian diembunkan lewat pendinginan dari pipa air laut dingin, maka air
dari hasil kondensasi ini akan meninggalkan garam dan materi impuritas lain
sehingga sistem ini juga dapat difungsikan sebagai alat desalinasi – membuat teknologi
ini sangat cocok diaplikasikan dalam negara-negara yang mengalami kelangkaan
air minum atau air bersih.
Konversi Energi Panas Laut dengan
Sistem Tertutup (Closed Cycle)
Lain halnya
dengan teknologi konversi panas laut dengan sistem terbuka, sistem tertutup tidak
menggunakan air laut secara langsung dalam pemanfaatan energi panasnya,
melainkan menggunakan jaringan pipa berisi fluida lain yang memiliki titik
didih yang sangat rendah seperti halnya amonia dan propana untuk menerima panas
dari air laut. Fluida yang digunakan dalam pipa ini tidak digantikan atau tidak
dikeluarkan dari pipa, melainkan akan terus bersiklus di dalam pipa untuk
mengambil panas dari air laut, mentransferkan panas tersebut ke dalam turbin
generator, kembali lagi sebagai fluida dingin untuk mengambil panas dari air
laut, dan demikian seterusnya. Dalam sistem tertutup ini, kontak antara fluida ammonia/propana
dengan air laut ini tidak terjadi secara langsung dalam air laut, melainkan
dengan cara kontak antar pipa (konduksi panas) yang terjadi dalam komponen heat
exchanger (nomor 2 dan 8 dalam bagan di bawah).
Konversi Energi Panas Laut Sistem Tertutup - sumber: Wikimedia |
Tantangan Implementasi Teknologi
Pengkonversi Energi Panas Laut
Meskipun
dalam segi teori Teknologi Pengkonversi Energi Panas Laut nampak sangat
atraktif dalam implementasinya, namun teknologi ini memiliki salah satu
tantangan terbesar yaitu dalam hal keefektifannya. Apabila kita menggunakan
salah satu dasar hukum fisika seperti Siklus Carnot, sejatinya semua mesin
panas beroperasi dalam efisiensi kurang dari 100% dan terlebih pada sistem
pengkonversi energi panas laut yang hanya memiliki diferensial 20o
Celcius dari gradien temperatur antara permukaan dan kedalaman air laut. Hal
ini menyebabkan kebutuhan akan pemompaan air laut umumnya menjadi sangat banyak
untuk mengakomodasi perbedaan diferensial panas ini dan kebutuhan daya listrik
untuk menggerakkan pompa menjadi besar. Besarnya debit air laut yang diperlukan
ini menyebabkan struktur pengkonversi energi panas laut menjadi relatif besar
dan memakan biaya investasi yang besar juga (sumber: explainthatstuff.com).
Pengembangan Pembangkit Listrik
Tenaga Laut di Indonesia
Sebagai
negara maritim, Indonesia memiliki luas wilayah laut tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan luas daratannya. Menurut data yang dirilis oleh Asosiasi
Energi Laut Indonesia atau ASELI, secara teoritis total energi laut Indonesia
yang meliputi energi panas laut, energi gelombang laut, dan energi arus laut
mencapat 727.000 Megawatt. Namun dalam pengembangan praktis menggunakan
teknologi yang tersedia sekarang, jumlah ini menurun menjadi kisaran 49.000
Megawatt yang mana dikerucutkan lagi menjadi sebesar 6.000 Megawatt apabila
kita hanya membicarakan basis teknologi yang paling siap – yaitu teknologi
pengkonversi energi gelombang dan energi tidal atau pasang surut (sumber:
Kompasiana, 20/05/17)
Dalam
perkembangan pemanfaatan energi laut di Indonesia, penelitian karakteristik
arus laut telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Kelautan (PPGL) dan Program Studi Oceanografi ITB pada tahun 2005. Pengukuran
arus laut ini dilakukan dengan metode Accoustic
Doppler Current Profiler atau ADCP yang merupakan alat ukur hidroakustik
seperti sonar yang digunakan untuk mengukur kecepatan arus air dalam kedalaman
tertentu menggunakan efek Doppler dari gelombang suara yang dipancarkan ke
dalam air. Pengukuran ADCP ini dilakukan di Selat Lombok dan Selat Alas dalam
rangka untuk penyiapan lokasi dan instalasi Turbin Kobold buatan Italia yang
berkapasitas 300 Kilowatt di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi
(sumber: ebtke.esdm.go.id)
Instalasi Pengukuran Arus Listrik dengan Metode ADCP yang dilakukan di dasar laut - sumber: mgi.esdm.go.id |
Pada tahun
2006 hingga 2010 penelitian karakteristik laut telah dilanjutkan di berbagai
daerah seperti pada Selat Lombok, Selat Alas, Selat
Nusa Penida, Selat Flores, dan Selat Pantar. Di Selat Nusa Penida sendiri telah
dilakukan proses uji coba prototype turbin pada tahun 2009 yang merupakan hasil
kolaborasi antara Kelompok Teknik T-Files
ITB dan PT. Dirgantara Nasional yang memodifikasi model Turbin Gorlov
berskala 0,8 Kilowatt untuk setiap selnya (sumber: mgi.esdm.go.id). Hasil uji coba prototipe turbin ini menunjukkan keberhasilan dalam memperoleh proven design yang dapat dioperasikan dalam kondisi arus lemah. Hal ini memungkinkan, karena salah satu keunggulan dari model Turbin Gorlov adalah kemampuannya untuk bekerja dalam rpm lemah (sumber: harmanatsoroako.com)
Prototipe
dalam skala besar dengan kapasitas lebih dari 80 Kilowatt telah direncakan
untuk dilakukan pada tahun 2014 oleh beberapa institusi terkait yang meliputi
Ditjen Energi Baru Terbarukan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
EBTKE, Kementerian Riset dan Teknologi, dan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi untuk proses pengembangan dan peningkatan status prototype skala
pilot dan komersial yang diharapkan akan menuntun Indonesia dalam pencapaian
konversi energi arus laut dengan target 5% dari total segmen energi terbarukan Indonesia di tahun 2025 (sumber:
ebtke.esdm.go.id)
#15HariBerceritaEnergi didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai bentuk upaya dalam mengkampanyekan energi terbarukan dan konservasi energi.
Dalam
hal potensi energi panas laut di Indonesia, Kementerian ESDM memberikan data
bahwa wilayah laut Indonesia memiliki potensi energi panas laut sebesar 2,5 x
1.023 Joule dengan konversi energi panas laut sebesar 3% atau sekitar 240.000
Megawatt. Potensi energi panas laut yang baik terletak pada daerah 6-9o Lintang
Selatan dan 104-109o Bujur Timur dengan suhu rata-rata permukaan
laut 28oC dan gradient perbedaan termal 22,8oC pada
kedalaman 1.000 meter (sumber: ebtke.esdm.go.id). Dengan adanya potensi ini,
konversi energi panas laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan
energi listrik di Indonesia namun hingga saat ini pengembangan teknologi ini
masih dalam tahap penelitian seperti halnya dengan teknologi pemanfaatan
gelombang dan arus pasang-surut di Indonesia.
#15HariBerceritaEnergi didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai bentuk upaya dalam mengkampanyekan energi terbarukan dan konservasi energi.
No comments:
Post a Comment