Tuesday 29 August 2017

#15HariCeritaEnergi: Mengenal Energi Laut dan Prospeknya di Indonesia (2)

Oleh: Arif Fajar Utomo



Selamat malam semua! Kembali lagi dalam #15HariCeritaEnergi dimana dalam edisi malam hari ini kita akan melanjutkan pembahasan mengenai energi panas laut serta pengembangan potensi energi laut (energi arus pasang-surut, gelombang, dan panas laut) di Indonesia. Penasaran? Let's check this out:

Mekanisme Bekerja Energi Panas Laut
Energi panas laut atau ocean thermal energy merupakan energi yang dihasilkan dari energi surya yang terserap oleh lautan. Mayoritas dari sinar matahari diserap oleh permukaan lautan yang merupakan dua pertiga dari permukaan Bumi, hal ini menyebabkan total energi matahari yang diserap oleh total lautan di dunia cukup besar, yaitu kurang lebih setara dengan energi yang dihasilkan oleh 250 miliar barel minyak untuk setiap harinya (sumber: acocleantech.com). Potensi inilah yang kemudian melatarbelakangi pengembangan usaha untuk dapat dilakukannya pengkonversian energi panas laut. Proses pengkonversian ini disebut sebagai Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC) atau Konversi Energi Panas Laut.

Lautan ternyata merupakan medium yang efektif dalam menyerap panas dari sinar matahari, hal ini dikarenakan pada karakteristik laut yang dinamakan albedo atau karakteristik suatu permukaan dalam memantulkan sinar matahari. Nilai albedo suatu permukaan dibatasi oleh nilai 0.0 untuk kategori tidak memantulkan sinar matahari sama sekali hingga 1.0 untuk kategori memantulkan semua sinar matahari yang diterima. Dalam hal ini, permukaan laut memiliki nilai albedo sebesar 0.6 dan dapat menyerap 94% dari total radiasi sinar matahari yang diterimanya (sumber: exploratorium.edu).

Panas yang diterima oleh air laut umumnya akan tetap berada dekat oleh permukaan laut karena memiliki densitas yang lebih kecil dibanding dengan perairan laut di kedalaman yang dingin. Adanya prinsip densitas inilah yang mempertahankan terjadinya perbedaan gradient termperatur antara permukaan laut yang dapat memiliki temperatur sebesar 25o C dan kedalaman laut yang dapat memiliki temperature sebesar 5o C (sumber: otecnews.org) yang mana dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin yang kemudian mampu mengkonversikan energi panas laut menjadi energi listrik.

Gambaran Mekanisme Pemanfaatan Perbedaan Temperatur Laut - sumber: naval-energies.com


Terdapat dua jenis utama dalam hal teknologi konversi energi panas laut, yaitu sistem terbuka (open cycle) dan sistem tertutup (closed system). Dua jenis ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Konversi Energi Panas Laut Sistem Terbuka (Open Cycle)
Teknologi konversi energi panas laut dengan sistem terbuka memanfaatkan air laut secara langsung untuk menghasilkan energi panas tanpa adanya medium fluida lain. Pada bagian permukaan air laut, air laut yang panas diubah menjadi uap air dengan cara mengurangi tekanannya (sesuai dengan hukum perubahan fasa air, dimana air dapat diubah menjadi gas dengan cara ditingkatkan temperatur atau dengan dikurangi tekanannya). Uap air inilah yang kemudian akan menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik dalam sistem ini sebelum kemudian akan terkondensasi kembali menjadi air oleh pipa air laut dingin dari kedalaman laut (sumber: explainthatstuff.com).

Konversi Energi Panas Laut Sistem Terbuka - sumber: Wikimedia

Hal yang unik dari sistem terbuka ini adalah, karena uap air laut mengalami kondensasi dan kemudian diembunkan lewat pendinginan dari pipa air laut dingin, maka air dari hasil kondensasi ini akan meninggalkan garam dan materi impuritas lain sehingga sistem ini juga dapat difungsikan sebagai alat desalinasi – membuat teknologi ini sangat cocok diaplikasikan dalam negara-negara yang mengalami kelangkaan air minum atau air bersih.

Konversi Energi Panas Laut dengan Sistem Tertutup (Closed Cycle)
Lain halnya dengan teknologi konversi panas laut dengan sistem terbuka, sistem tertutup tidak menggunakan air laut secara langsung dalam pemanfaatan energi panasnya, melainkan menggunakan jaringan pipa berisi fluida lain yang memiliki titik didih yang sangat rendah seperti halnya amonia dan propana untuk menerima panas dari air laut. Fluida yang digunakan dalam pipa ini tidak digantikan atau tidak dikeluarkan dari pipa, melainkan akan terus bersiklus di dalam pipa untuk mengambil panas dari air laut, mentransferkan panas tersebut ke dalam turbin generator, kembali lagi sebagai fluida dingin untuk mengambil panas dari air laut, dan demikian seterusnya. Dalam sistem tertutup ini, kontak antara fluida ammonia/propana dengan air laut ini tidak terjadi secara langsung dalam air laut, melainkan dengan cara kontak antar pipa (konduksi panas) yang terjadi dalam komponen heat exchanger (nomor 2 dan 8 dalam bagan di bawah).

Konversi Energi Panas Laut Sistem Tertutup - sumber: Wikimedia

Tantangan Implementasi Teknologi Pengkonversi Energi Panas Laut
Meskipun dalam segi teori Teknologi Pengkonversi Energi Panas Laut nampak sangat atraktif dalam implementasinya, namun teknologi ini memiliki salah satu tantangan terbesar yaitu dalam hal keefektifannya. Apabila kita menggunakan salah satu dasar hukum fisika seperti Siklus Carnot, sejatinya semua mesin panas beroperasi dalam efisiensi kurang dari 100% dan terlebih pada sistem pengkonversi energi panas laut yang hanya memiliki diferensial 20o Celcius dari gradien temperatur antara permukaan dan kedalaman air laut. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan pemompaan air laut umumnya menjadi sangat banyak untuk mengakomodasi perbedaan diferensial panas ini dan kebutuhan daya listrik untuk menggerakkan pompa menjadi besar. Besarnya debit air laut yang diperlukan ini menyebabkan struktur pengkonversi energi panas laut menjadi relatif besar dan memakan biaya investasi yang besar juga (sumber: explainthatstuff.com).


Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Laut di Indonesia
Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki luas wilayah laut tiga kali lebih besar dibandingkan dengan luas daratannya. Menurut data yang dirilis oleh Asosiasi Energi Laut Indonesia atau ASELI, secara teoritis total energi laut Indonesia yang meliputi energi panas laut, energi gelombang laut, dan energi arus laut mencapat 727.000 Megawatt. Namun dalam pengembangan praktis menggunakan teknologi yang tersedia sekarang, jumlah ini menurun menjadi kisaran 49.000 Megawatt yang mana dikerucutkan lagi menjadi sebesar 6.000 Megawatt apabila kita hanya membicarakan basis teknologi yang paling siap – yaitu teknologi pengkonversi energi gelombang dan energi tidal atau pasang surut (sumber: Kompasiana, 20/05/17)

Dalam perkembangan pemanfaatan energi laut di Indonesia, penelitian karakteristik arus laut telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL) dan Program Studi Oceanografi ITB pada tahun 2005. Pengukuran arus laut ini dilakukan dengan metode Accoustic Doppler Current Profiler atau ADCP yang merupakan alat ukur hidroakustik seperti sonar yang digunakan untuk mengukur kecepatan arus air dalam kedalaman tertentu menggunakan efek Doppler dari gelombang suara yang dipancarkan ke dalam air. Pengukuran ADCP ini dilakukan di Selat Lombok dan Selat Alas dalam rangka untuk penyiapan lokasi dan instalasi Turbin Kobold buatan Italia yang berkapasitas 300 Kilowatt di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi (sumber: ebtke.esdm.go.id)

Instalasi Pengukuran Arus Listrik dengan Metode ADCP  yang dilakukan di dasar laut - sumber: mgi.esdm.go.id

Pada tahun 2006 hingga 2010 penelitian karakteristik laut telah dilanjutkan di berbagai daerah seperti pada Selat Lombok, Selat Alas, Selat Nusa Penida, Selat Flores, dan Selat Pantar. Di Selat Nusa Penida sendiri telah dilakukan proses uji coba prototype turbin pada tahun 2009 yang merupakan hasil kolaborasi antara Kelompok Teknik T-Files ITB dan PT. Dirgantara Nasional yang memodifikasi model Turbin Gorlov berskala 0,8 Kilowatt untuk setiap selnya (sumber: mgi.esdm.go.id). Hasil uji coba prototipe turbin ini menunjukkan keberhasilan dalam memperoleh proven design yang dapat dioperasikan dalam kondisi arus lemah. Hal ini memungkinkan, karena salah satu keunggulan dari model Turbin Gorlov adalah kemampuannya untuk bekerja dalam rpm lemah (sumber: harmanatsoroako.com)


Prototipe dalam skala besar dengan kapasitas lebih dari 80 Kilowatt telah direncakan untuk dilakukan pada tahun 2014 oleh beberapa institusi terkait yang meliputi Ditjen Energi Baru Terbarukan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi EBTKE, Kementerian Riset dan Teknologi, dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk proses pengembangan dan peningkatan status prototype skala pilot dan komersial yang diharapkan akan menuntun Indonesia dalam pencapaian konversi energi arus laut dengan target 5% dari total segmen energi terbarukan Indonesia di tahun 2025 (sumber: ebtke.esdm.go.id)


Dalam hal potensi energi panas laut di Indonesia, Kementerian ESDM memberikan data bahwa wilayah laut Indonesia memiliki potensi energi panas laut sebesar 2,5 x 1.023 Joule dengan konversi energi panas laut sebesar 3% atau sekitar 240.000 Megawatt. Potensi energi panas laut yang baik terletak pada daerah 6-9o Lintang Selatan dan 104-109o Bujur Timur dengan suhu rata-rata permukaan laut 28oC dan gradient perbedaan termal 22,8oC pada kedalaman 1.000 meter (sumber: ebtke.esdm.go.id). Dengan adanya potensi ini, konversi energi panas laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan energi listrik di Indonesia namun hingga saat ini pengembangan teknologi ini masih dalam tahap penelitian seperti halnya dengan teknologi pemanfaatan gelombang dan arus pasang-surut di Indonesia.





#15HariBerceritaEnergi didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai bentuk upaya dalam mengkampanyekan energi terbarukan dan konservasi energi.

No comments:

Post a Comment