Wednesday 30 August 2017

#15HariCeritaEnergi: Energi Geothermal dan Pemanfaatannya di Indonesia

Oleh: Arif Fajar Utomo



Selamat malam semua! Kembali lagi dengan #15HariCeritaEnergi dimana dalam kesempatan kali ini yang juga memasuki artikel ke-14, kita akan membahas mengenai salah satu energi terbarukan yang mungkin paling dikenal karena sudah terbukti dalam hal pemanfaatannya, yaitu Energi Panas Bumi atau Geothermal. Pembahasan mengenai energi panas bumi dalam artikel ini tidak akan banyak berbicara mengenai materi pendahuluan (definisi dan lain sebagainya) namun akan lebih banyak memasuki ke dalam teknis dalam hal teknologi dan juga pengembangannya di Indonesia. Hal ini dirasa perlu dilakukan karena rasanya tidak pas apabila kita masih berkutat di pendahuluan sementara tahap pengembangan geothermal di negara kita sudah tergolong maju. Baiklah, tanpa memperpanjang waktu celoteh, berikut pembahasan mengenai energi geothermal:


Pendahuluan
Energi geothermal didefinisikan sebagai energi panas bumi. Energi panas bumi ini secara alami banyak ditemukan lolos dari permukaan bumi dalam bentuk semburan air panas atau uap air yang banyak dijumpai pada sumber air panas. Energi ini tergolong sebagai energi terbarukan yang memiliki jenis cakupan dari kedalaman bumi yang dangkal dalam bentuk reservoir air panas dan juga batuan panas pada beberapa kilometer di bawah permukaan bumi atau dalam bentuk lebih lelehan batuan bumi yang disebut magma dan memiliki temperature panas yang ekstrim pada kedalaman Bumi yang lebih dalam lagi (sumber: renewableenergyworld.com)

Sumber Air Panas Ciater - sumber: indonesia-tourism.com

Pemanfaatan energi geothermal telah dilakukan di hampir semua bagian dunia, termasuk Indonesia. Pemanfaatan energi panas bumi yang dikenal sejak 1000 tahun yang lalu telah diketahui pemanfaatannya untuk memasak dan memanaskan. Untuk menghasilkan energi listrik dari energi geothermal, diperlukan adanya pengeboran sumur ke dalam reservoir geothermal untuk mengambil air dan uap yang sangat panas yang kemudian dialirkan dan dimanfaatkan energi panasnya untuk menggerakkan turbin generator listrik. Energi listrik dengan pembangkit geothermal ini pertama kali diproduksi di Italia pada tahun 1904 (sumber: nationalgeographic.com).

Tipe Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Terdapat tiga jenis pembangkit listrik tenaga geothermal, yaitu PLTP tipe dry steam, flash, dan binary. PLTP tipe dry steam merupakan teknologi pengkonversi energi geothermal yang paling tua dengan prinsip mengambil uap air dari retakan permukaan bumi dan digunakan secara langsung untuk menggerakkan turbin generator. Sementara PLTP tipe flash menggunakan air panas bertekanan tinggi yang diambil dari bawah permukaan tanah dan kemudian diubah menjadi uap air dengan cara menurunkan tekanannya – yes, prinsip flash evaporation. Uap air yang dihasilkan ini kemudian akan dialirkan ke turbin generator untuk membangkitkan energi listrik. Tipe PLTP terakhir, yaitu tipe binary dilakukan dengan cara mengalirkan air panas yang didapat untuk dikontakkan dengan fluida lain yang memiliki titik didih lebih rendah daripada air tersebut. Hal ini kemudian mengakibatkan terjadinya transfer panas yang mengubah fluida kedua menjadi uap karena memiliki titik didih lebih rendah. Uap yang dihasilkan kemudian akan dialirkan kepada turbin generator untuk menghasilkan listrik. (sumber: www.eia.gov).

PLTP Tipe Dry Steam - sumber: energy.gov

PLTP Tipe Flash - sumber: energy.gov

PLTP Tipe Binary - sumber: energy.gov

Sejarah Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal di Indonesia
Indonesia sebagai negara berkembang mengalami peningkatan kebutuhan listrik rata-rata sebesar 7-9% untuk setiap tahunnya hingga tahun 2016 lalu. Pertumbuhan kebutuhan listrik ini merupakan yang paling cepat di Kawasan Asia Tenggara (sumber: esdm.go.id). Pemenuhan kenaikan kebutuhan konsumsi energi listrik di Indonesia salah satunya diupayakan lewat segmen energi terbarukan khususnya dalam pemanfaatan energi geothermal Indonesia.

Indonesia yang dikenal sebagai negara yang berada dalam jalur pegunungan api atai ring of fire dikenal sebagai salah satu negara dengan potensi energi panas bumi yang sangat besar. Sekitar 40% cadangan energi panas bumi atau geothermal dunia terletak di Indonesia, nilai ini ekuivalen dengan 29.215 Gigawatt apabila dikonversikan (sumber: ekonomi.metrotvnews.com).

Awal mula pengembangan energi panas bumi di Indoesia dimulai dari kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan sejak tahun 1920-an saat masa kolonial Belanda, dimana kegiatan eksplorasi ini dimulai dengan pengeboran sumur eksplorasi yang dilakukan di Kamojang, Jawa Barat yang kemudian terhenti selasa masa perang kemerdekaan dan pemerintahan Orde Lama. Eksplorasi panas bumi kemudian dimulai lagi di Indonesia dengan diterbitkannya Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1974 yang menugaskan Pertamina untuk melakukan survei dan eksplorasi sumber daya panas bumi yang ada di Area Pulau Jawa dan Bali serta mulai berkembang di area luar Pulau Jawa pada tahun 1977-an yang merupakan hasil kerja sama antara Direktorat Vulkanologi (sekarang berada dala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral), Perusahaan Listrik Negara, serta pakar panas bumi dari Selandia Baru. Eksplorasi panas bumi di luar Pulau Jawa ini dilakukan di daerah Kerinci, Jambi, dan Lahendong.

Lewat Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1981, Pemerintah memberikan tambahan wewenang dan pengusahaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi di seluruh Indonesia kepada Pertamina. Dengan adanya Keputusan Presiden ini, maka pekerjaan terkait dengan eksplorasi dan eksploitasi dilakukan sendiri oleh Pertamina. Seiring berjalannya waktu, Pemerintah mencabut Keputusan Presiden ini lewat Keputusan Presiden berikutnya, yaitu Keputusan Presiden No. 76 Tahun 2000 sehingga Pertamina tidak lagi memiliki hak monopoli dalam hal pengusahaan energi panas bumi.

Untuk lebih mengembangkan potensi panas bumi, Pemerintah Indonesia juga menerbitkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2003 yang merubah paradigma pengusahaan sumber daya panas bumi dalam periode sebelumnya dilakukan melalui pemberian kuasa pengusahaan berubah menjadi pemberian Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi atau IUP dimana mempermudah badan usaha untuk berpartisipasi dalam pengembangan panas bumi lewat mekanisme lelang Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) dan pemerolehan IUP agar dapat melakukan kegiatan eksplorasi hingga pemanfaatannya.

Akan tetapi pengkategorian panas bumi sebagai kegiatan pertambangan berujung pada konsekuensi penghambatan pengelolaannya karena sering kali berbenturan dengan sekotr kehutanan khususnya dengan wilayah hutan lindung dan konservasi. Hal ini sangat krusial untuk dipertimbangkan kembali mengingat sekitar 35% area potensi panas bumi terdapat dalam kawasan hutan lindung dan hutan konservasi – yang kemudian berujung pada revisi Undang-Undang ini yang dilakukan pada 26 Agustus 2014 dan membuka era baru dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia (sumber: lintas.ebtke.esdm.go.id).

Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Tahun 2017
Awal bulan Agustus ini, telah diadakan sebuah seminar dan konvensi dengan tema khusus geothermal yang bernama The 5th Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) 2017. Salah satu fakta menggembirakan yang dapat disoroti dari seminar ini adalah bahwa hingga Agustus 2017 ini, Indonesia telah berhasil mengembangkan potensi panas buminya dengan total kapasitas sebesar 1.643,5 Megawatt. Hal ini tergolong kecil apabila dibandingkan dengan total potensi panas bumi yang kita miliki (sekitar 5,5%) namun kita berada dalam jalur progresif yang sangat patut untuk diapresiasi.

Dengan pencapaian ini, Indonesia saat ini merupakan produsen panas bumi terbesar ketiga di dunia – tepat di belakang Amerika Serikat dan Filipina. Namun peringkat ini mungkin tidak akan bertahan lama, pasalnya di tahun 2017 ini diharapkan Indonesia dapat menaikkan kapasitas pengembangan panas buminya menjadi sebesar 1908,5 Megawatt yang kemudian akan menaikkan peringkat Indonesia menjadi negara produsen panas bumi terbesar kedua setelah Amerika Serikat (sumber: ebtke.esdm.go.id). Pengelolaan panas bumi Indonesia tidak akan berhenti di angka ini dengan perencanaan yang cukup agresif untuk dapat mencapai angka kapasitas 7.200 Megawatt seperti yang telah disampaikan oleh Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) pada Seminar IIGCE 2025.

Di sisi pencapaian teknologi dan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas buminya, kita juga patut bangga akan progress yang telah diraih. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki tiga pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di dunia, yaitu PLTP Wayang Windu dengan kapasitas 225 Megawatt dan PLTP Darajat dengan kapasitas 260 Megawatt serta PLTP terbesar di dunia yang ada di Tapanuli dan dikelola oleh Sarulla dengan kapasitas 330 Megawatt yang terbagi dalam tiga unit: Unit 1 Silangkitang, Unit II Namora – I – Langit, dan Unit III Namora – I – Langit (sumber: goodnewsfromindonesia.id).



#15HariBerceritaEnergi didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai bentuk upaya dalam mengkampanyekan energi terbarukan dan konservasi energi.

No comments:

Post a Comment